Semuanya berawal dari kedua mata
Ketika engkau hanya berani mencuri pandang wajahku disana
dengan pakaian yang tak kubiarkan auratku terbuka
karena memang tak selayaknya bisa dipandang oleh sembarang mata
maka seiring perjalanan masa
kaumulai beranikan diri tuk bertanya
tuk selanjutnya berbagi cerita
telah kaukatakan kepadaku semenjak awal mula,
bahwa engkau adalah lelaki ibumu sepanjang masa
sebagai wujud bakti sebagaimana Rasul telah bersabda “Ibumu, Ibumu, Ibumu !”
begitulah dalam sebuah hadits yang kaubaca. “Lalu Ayahmu !”
sebagai kelanjutan ucapan dari lidah yang mulia.
dan sebuah jawaban dariku pun membuatmu lega
Aku berkata bahwa lebih baik memiliki suami yang berbakti daripada yang durhaka
Aku berkata bahwa lebih baik memiliki suami yang dermawan daripada bakhil harta
Aku berkata bahwa lebih baik memiliki suami yang tabah (dapat menahan diri), yang jujur (dalam kata dan perbuatan), yang taat beribadah, yang menafkahkan harta (di Jalan Allah), dan yang berdoa memohon ampunan sebelum fajar tiba.
Aku berkata bahwa sosok yang terlihat sempurna dan tampak indah seperti orang yang bergelimang harta, berkedudukan tinggi, berkarir cemerlang, berparas elok rupawan, bersuara merdu, dan tampilan-tampilan elok duniawi lainnya,
tidaklah selalu menjadi parameter mutlak tuk dijadikan kriteria dalam memilih pendampingku nantinya, kriteria yang kata orang dapat membuat ku bahagia.
Padahal belum tentu seperti itu juga adanya, karena belum tentu juga hal-hal yang menjadi tampak indah bagi manusia kecintaan kepada yang diingininya tersebut adalah yang akan membahagiakan kita, karena hanya kepada Allah lah tempat kembali terbaik, dimana keindahan dan kebahagiaan sejati itu hanya bisa didapatkan.
Aku juga berkata bahwa aku mempunyai harapan bahwa pendampingku kelak adalah orang yang bisa membuatku bahagia. Aku pernah berkata ingin segera menikah sebagai suatu rencana bila kelak Allah mempertemukanku dengan jalan pilihan Nya
agar mampu menjaga kemurnian dan kesucian niatku dalam mewujudkan berbagai cita serta menjadikanku lebih kuat kala cobaan dan ujian datang menerpa,
karena akan ada seseorang yang Insya Allah akan mendampingi senantiasa.
Engkau pernah berkata kepadaku bahwa yang harus aku tahu adalah bahwa engkau adalah lelaki biasa, yang segala kelebihan dan kelemahan pastilah kaupunya.
Engkau pernah berkata bahwa engkau sekarang sudah lulus kuliah
saat ini pun engkau sudah memiliki ma’isyah (penghasilan), yang bahkan jauh sebelum kelulusan kuliahmu pun sudah lebih dulu kaudapatkan ma’isyahmu yang Alhamdulillah lebih dari cukup bagimu
Dan teman-teman mu pun berkata, bahwa sudah waktunya bagimu mencari ‘Aisyah
yang mungkin dengan simpanan yang ada cukuplah untuk sebuah walimah
tentu saja yang sederhana dan bukan yang meriah
dan Engkau pun berkata bahwa belum sanggup untuk menyediakanku sebuah rumah karena itu kauberpikir untuk mengontrak dulu sajalah….
Suatu ketika, ketika aku bertanya tentang poligami, kaujawab bahwa itu adalah ketentuan Ilahi. Tentu saja engkau menyetujui, lantas aku bertanya apakah engkau akan melakukannya suatu saat nanti, lalu kaujawab, apa mungkin bila adil sebagai syarat utama tak mampu kaumiliki
Aku tersenyum di mulut atau mungkin sampai ke hati
Sambil mengakui bahwa diriku belum bisa menerima bila hal itu terjadi dan diriku juga tak bisa menyamai Saudah binti Zam’ah istri nabi yang tulus ikhlas kepada ‘Aisyah dalam berbagi
Suatu ketika giliran engkau bertanya tentang kemampuan ku bertilawah
Aku menjawab aku bisa walau tak mau dibandingkan dengan para Qori’ah
Karena aku merasa masih banyak berbuat salah dalam mengucap hukum tajwid dan huruf huruf hijaiyah
Insya Allah kita kan bersama sama belajar bila kelak kita menikah
untuk mewujudkan keinginanku agar bisa menerangi setiap ruang rumah
dengan alunan suara Al-Qur’an yang merupakan ayat ayat Qauliyah
dari situ mungkin kita bisa membaca ayat ayat Kauniyah
Untuk memastikan keyakinanmu untuk menikah aku pun mengundangmu tuk datang ke rumah sebagai awal perkenalan dengan Bunda dan Ayah. dan sebuah titik temu tercapailah istikharah mencari jawaban tuk menggapai Alhub Fillah wa Lillah
Dalam Do’a kau bersimpuh pasrah memohon datangnya jawaban kepada sang Pemberi Hidayah
Bila jawaban itu masih menggantung di langit, maka turunkanlah
Bila jawaban itu masih terpendam di perut bumi, maka keluarkanlah
Bila jawaban itu sulit kauraih, maka mudahkanlah
Bila jawaban itu masih jauh, maka dekatkanlah
Teruntuk Calon Suamiku
Terimakasih atas sebuah Ta’aruf yang indah
bila datang jawaban itu, kumohon agar memanggilku dengan sebutan
“Adhek”
* * *
1 comment
Join the conversationYan from Teladan High School - May 5, 2010
Istri yang kamu nikahi, tidaklah semulia Khadijah RA, tidaklah setaqwa Aisyah RA, pun tidak setabah Fatimah RA.
Mari berkaca diri betapa tuntutan kita begitu tinggi, kita ingin yang sempurna, yang justru tiada di dunia.
Layaknya kita kita yang penuh aib dan dosa, mendamba insan yang tanpa cela, Pantaskah kita menuntut kesempurnaan, Sembari memaksakan penerimaan terhadap kekurangan?
Bagi pasangan yang tak sehebat mana justru kamu akan jauh lebih berharga?
Jadi nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan tentang pasangan hidupmu?
Pernikahan menginsyafkan kita wajibnya iman dan taqwa, 'tuk meniti sabar dan meraih ridho Allah ta'ala.
Comments are closed.